Selasa, 14 Februari 2012

Pengekspresian Diri Mengatasi Trauma!


Trauma adalah suatu hal yg pernah terjadi pada diri kita yg terkadang membuat orang panic dan takut akan Terulang lagi kejadian Tersebut.Beberapa hari terakhir ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan peristiwa jebolnya tanggul Situ Gintung di Tanggerang, Banten. Ratusan rumah habis tersapu air bah, puluhan nyawa menyalang, dan ratusan orang lainnya harus hidup dalam pengungsian tanpa ada kepastian yang jelas.



Besarnya akibat yang ditimbulkan dari peristiwa itu tentu saja akan menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi mereka yang merasakannya baik secara langsung maupun tidak langsung.  Rasa ketakutan, kehilangan, kesakitan, dan keputusasaan akhirnya memunculkan suatu kondisi yang disebut dengan trauma.  Menurut Chaplin (1994), trauma adalah suatu luka baik fisik maupun  psikologis  yang disebabkan oleh pengalaman yang sangat menyaktikan. Dalam lingkup psikologis ”luka” yang ditimbulkan oleh kejadian tersebut dapat berkembang menjadi suatu gangguan yang dikenal dengan istilah PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). PTSD merupakan gangguan emosional yang menyebabkan distres permanen, yang terjadi setelah individu menghadapi ancaman keadaan yang membuatnya merasa tidak berdaya atau ketakutan (Durand & Barlowm, 2006). Individu tidak mampu menghilangkan kecemasan terkait dengan peristiwa traumatis sehingga sering mengalami flashback ke kejadian itu, mimpi buruk, dan kecenderungan menolak fakta bahwa peristiwa itu benar pernah terjadi (Halgin & Withbourne, 1994). Pada akhirnya gangguan psikologis yang diderita oleh individu yang mengalami PTSD akan berdampak pada aspek fisik individu tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ramchand, dkk (2008) menyebutkan bahwa ada korelasi positif antara simtom PTSD dengan keberfungsian fisik (physical functioning). Semakin tinggi level PTSD yang diikuti oleh luka fisik, maka semakin lama waktu kesembuhan untuk luka tersebut dan sebaliknya.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pengalaman traumatis memang memiliki tingkat resiko tinggi bagi individu, yaitu  berkembang menjadi suatu gangguan psikologis yang serius dan pada akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik individu tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai langkah preventif sehingga resiko-resiko itu dapat dicegah. Salah satu cara yang umum dilakukan oleh para konsultan atau terapis adalah memfasilitasi individu untuk mengekpresikan pikiran dan perasaannya terkait dengan pengalaman traumatis tersebut (Seery, dkk, 2008). Tindakan pengekspresian tersebut penting agar individu tidak terjebak dalam perasaan dan pikiran negatif secara terus-menerus sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan psikologis pada dirinya. Pada kenyataannya banyak individu yang mengalami peristiwa traumatis memang memilih untuk menceritakan pengalamannya itu. Ditinjau menurut pendekatan behavioral  kecenderungan individu untuk mengekspresikan pengalaman traumtis itu dapat dijelaskan dengan konsep reinforcement. Individu akan merasakan suatu respon positif dalam dirinya seperti perasaan lega dan nyaman setelah bercerita dan itu menjadi reinforcer (penguat) bagi individu untuk terus mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Tak kalah penting untuk diperhatikan bahwa dengan bercerita, individu itu kemungkinan besar juga akan mendapatkan reward berupa dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya.

Hasil penelitian tersebut tentu merupakan sebuah penemuan yang sangat menarik. Mengapa ada perbedaan reaksi antara individual trauma dan collective trauma? Menurut pendekatan behavioral hal itu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terjadinya peristiwa tersebut. Pada individual trauma, hanya individu sendiri yang mengalami peristiwa tersebut sehingga tindakan pengekspresian diri itu akan mendapatkan respon postitif berupa dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Dukungan sosial itu merupakan reward sekaligus memberikan berbagai perasaan postitif dalam dirinya yang menjadi reinforcer untuk terus mengekspresikan diri. Sementara pada collective trauma, masyarakat sama-sama berada dalam kondisi berjuang untuk mengatasi perasaan traumatis tersebut. Pengekspresian pikiran dan perasaan mereka belum tentu akan mendapatkan respon yang supportif dari lingkungan sekitar dan bahkan ada kemungkinan mereka akan mendapatkan stressor tambahan dari cerita lingkungan sekitarnya. Memilih untuk tidak becerita merupakan suatu bentuk reinforcement negatif karena dengan demikian mereka terhindar dari beban pikiran yang semakin menumpuk.  Lanjutan penelitian dari  Seery, dkk (2008) bahkan menyebutkan bahwa dengan tidak mengekspresikan pengalaman traumatis tersebut akan memunculkan unsur resilience (ketahanan diri) dalam diri mereka karena mereka menjadi terbiasa untuk tidak  bersikap lemah dan tergantung (dependent). Unsur resilience tersebut menjadi suatu reinforcer positif bagi individu sehingga untuk seterusnya mereka memilih untuk tidak mengekspresikan berbagai pengalaman traumatis itu. Jadi ada kombinasi dua reinforcer yaitu postitive reinforcer dan negative reinforcer dalam yang berpengaruh pada keputusan individu pada situasi collective trauma untuk tidak mengekpresikan pengalaman traumatisnya.





Semoga Postingan saya bermanfaat :D kunjungi terus Blog saya :D
















Trauma, mengatasi trauma, menghilangkan trauma, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar